Senin, 10 Oktober 2016

TUGAS KEWARGANEGARAAN


KONSTITUSI
1.      Definisi konstitusi
            Pengertian konstitusi dan Undang-Undang Dasar.
           Aturan tata tertib hidup bernergara yang menjadi dasar segala tindakan dalam kehidupan negara sering disebut sebagai hukum dasar atau konstitusi.
Konstitusi sering disebut sebagai Undang-Undang Dasar, meskipun arti konstitusi itu sendiri adalah hukum dasar yang tertulis dan tidak tertulis. Undang-Undang Dasar tergolong hukum dasar yang tertulis, sedangkan hukum dasar yang tidak tertulis adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak tertulis ini sering disebut konvensi. Dikatakan konvensi karena mempunyai sifat-sifat sebagai berikut
  1. Merupakan kebiasaan yang berulang-ulang dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
  2. Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan berjalan sejajar.
  3. Diterima oleh seluruh rakyat.
  4. Bersifat pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar.
  5. Secara etimologi kata Konstitusi berasal dari bahasa Perancis, constituir  sama dengan Membentuk = pembentukan suatu Negara/menyusun dan menyatakan sebuah Negara. Konstitusi juga bisa berarti peraturan dasar (awal) mengenai pembentukan Negara. Bahasa belanda konstitusi = Groungwet = undang – undang dasar (ground = Dasar, wet = undang-undang. Di Jerman kata konstitusi dikenal dengan istilah Grundgeset, yang berarti Undang-undang dasar (grund = dasar, gesetz = undang-undang.
  6. Secara terminologi konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hukum yang dibentuk unsur mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerja sama antara Negara dan Masyarakat (rakyat) dalam kontek kehidupan berbangsa dan bernegara.
  7. Namun apabila konstitusi dipandang sebagai fundamental laws atau lembaran hukum dasar bagi segala kehidupan masyarakat di suatu negara, maka jelaslah konstitusi menjadi bagian kajian ilmu hukum. Kemudian apabila konstitusi dipandang sebagai peratutran dasar paling awal bagi pembentukan atau pendirian sebuah Negara, maka konstitusi merupakan bagian dari kajian ilmu Negara. Sementara apabila konstitusi dipandang sebagai lembaran konsesus politik segenap masyarakat sebuah Negara-bangsa, maka jelaslah konstitusi merupakan bagian dari kajian ilmu politik.

2.       Sejarah konstitusi
                Sebagai Negara yang berdasarkan hukum, tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan undang-undang dasar 1945. Eksistensi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangaat panjang hingga akhirnya diterima sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.
              Dalam sejarahnya, Undang-Undang Dasar 1945 dirancing sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa jepang dikenal dengan dokuritsu zyunbi tyoosakai yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. Badan tersebut (BPUPKI) ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor 23 bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945 (Malian, 2001:59)
         Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Dasar 1945 (UUD’45). Para tokoh perumus itu adalah antara lain Dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas (Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH. Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wachid hasyim dan Mr. Mohammad Hasan (Sumatra).
      Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dikemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah hindia belanda. Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.
      Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.
      Setelah kemerdekaan diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan. Sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah Negara yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut:
  1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari rancangan undang-undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945.
  2. Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945.
  3. Memilih ketua persiapan kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden.
  4. Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi komite Nasional.
  5. Dengan terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim diperlukan oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya:
·         Rakyat, yaitu bangsa Indonesia.
·         Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari sabang hingga ke merauke yang terdiri dari 13.500 buah pulau besar dan kecil.
·         Kedaulatan yaitu sejak mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia.
·         Pemerintah yaitu sejak terpilihnya presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan pemerintahan Negara
3.      Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara Indonesia
Dalam sejarahnya, sejak proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang di Indonesia telah berlaku tiga macam undang-undang dasar dalam empat periode, yaitu :
a.    Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945. UUD 1945 terdiri dari bagian pembukaan, batang tubuh (16 bab), 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan, 2 ayat Aturan Tambahan dan bagian penjelasan.
b.    Periode 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950 berlaku UUD RIS. UUD RIS terdiri atas 6 bab, 197 pasal dan beberapa bagian.
c.    Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUDS 1950 yang terdiri atas 6 bab, 146 pasal dan beberapa bagian.
d.   Periode 5 Juli 1959 – sekarang kembali berlaku UUD 1945.
Khusus untuk periode keempat berlaku UUD 1945 dengan pembagian berikut :
·      UUD 1945 yang belum diamandemen
·      UUD 1945 yang sudah diamandemen (tahun 1999, tahun 2000, tahun 2001, dan tahun 2002).
(Winarno,2008)
4.       Mahkamah Konstitusi
Pengertian Mahkamah Konstitusi adalah lembaga kenegaraan yang dibuat untuk mengawal (to guard) konstitusi, agar dilaksanakan dan dihormati baik dalam penyelenggaraan kekuasaan negara maupun warga negara.

Di beberapa negara bahkan dikatakan bahwa mahkamah konstitusi juga menjadi pelindung (protector) konstitusi.

Fungsi Mahkamah Konstitusi tercantum dalam UUD 1945 untuk menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, hal ini dilakukan dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan cita-cita demokrasi dan kehendak rakyat. Keberadaan mahkamah konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya suatu pemerintahan negara yang stabil dan sebagai koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang menimbulkan tafsir ganda terhadap konstitusi.

Fungsi Mahkamah Konstitusi menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie yaitu menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat. Tugas mahkamah konstitusi untuk mendorong dan menjamin agar negara secara konsisten dan bertanggung jawab. Oleh karena sistem konstitusi memiliki kelemahan, maka perlu peran mahkamah konstitusi sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat.

Lembaga negara lain dan bahkan orang per orang boleh saja menafsirkan arti dan makna dari ketentuan yang ada dalam konstitusi, karena memang tidak selalu jelas dan rumusannya luas dan kadang-kadang kabur atau tidak jelas. Akan tetapi, yang menjadi otoritas akhir untuk memberi tafsir yang mengikat adalah mahkamah konstitusi. Tafsiran yang mengikat tersebut hanya diberikan dalam putusan mahkamah konstitusi atas pengujian yang diajukan kepadanya. Hal ini berbeda dengan beberapa mahkamah konstitusi di bekas negara komunis yang telah melangkah menjadi negara demokrasi konstitusional, mereka boleh memberi fatwa (advisory) atau bahkan menafsirkan konstitusi jika anggota parlemen, presiden atau pemerintah meminta.

Referensi :
http://hitamkopiku.blogspot.co.id/2013/12/makalah-konstitusi-negara.html
http://duaphi.blogspot.co.id/2013/06/makalah-konstitusi-negara_15.html
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-fungsi-dan-wewenang-mahkamah-konstitusi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar